Di antara prioritas yang dianggap sangat penting dalam usaha
perbaikan (ishlah) ialah memberikan perhatian terhadap pembinaan
individu sebelum membangun masyarakat; atau memperbaiki diri sebelum
memperbaiki sistem dan institusi. Yang paling tepat ialah apabila kita
mempergunakan istilah yang dipakai oleh al-Qur’an yang berkaitan dengan
perbaikan diri ini; yaitu:
“…Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keaduan yang ada pada diri mereka sendiri…” (ar-Ra’d: 11)
Inilah sebenarnya yang menjadi dasar bagi setiap usaha perbaikan,
perubahan, dan pembinaan sosial. Yaitu usaha yang dimulai dari individu,
yang menjadi fondasi bangunan secara menyeluruh. Karena kita tidak bisa
berharap untuk mendirikan sebuah bangunan yang selamat dan kokoh kalau
batu-batu fondasinya keropos dan rusak.
Individu manusia merupakan batu pertama dalam bangunan masyarakat.
Oleh sebab itu, setiap usaha yang diupayakan untuk membentuk manusia
Muslim yang benar dan mendidiknya –dengan pendidikan Islam yang
sempurna– harus diberi prioritas atas usaha-usaha yang lain. Karena
sesungguhnya usaha pembentukan manusia Muslim yang sejati sangat
diperlukan bagi segala macam pembinaan dan perbaikan. Itulah pembinaan
yang berkaitan dengan diri manusia.
Sesungguhnya pembinaan manusia secara individual untuk menjadi
manusia yang salih merupakan tuga utama para nabi Allah, tugas para
khalifah pengganti nabi, dan para pewaris setelah mereka.
Pertama-tama yang harus dibina dalam diri manusia ialah iman. Yaitu
menanamkan aqidah yang benar di dalam hatinya, yang meluruskan
pandangannya terhadap dunia, manusia, kehidupan, dan tuhan alam semesta,
Pencipta manusia, pemberi kehidupan.
Aqidah yang mengenalkan kepada
manusia mengenai prinsip, perjalanan dan tujuan hidupnya di dunia ini.
Aqidah yang dapat menjawab pelbagai pertanyaan yang sangat membingungkan
bagi orang yang tidak beragama: “Siapa saya? Dari manakah saya berasal?
Akan kemanakah perjalan hidup saya? Mengapa saya ada di dunia ini?
Apakah arti hidup dan mati? Apa yang terjadi sebelum adanya kehidupan?
Dan apakah yang akan terjadi setelah kematian? Apakah misi saya di atas
planet ini sejak saya masih di alam konsepsi hingga saya meninggal
dunia?
Iman –bukan yang lain– adalah yang memberikan jawaban memuaskan bagi
manusia terhadap pertanyaan-pertanyaan besar berkaitan dengan perjalanan
hidup manusia itu. Ia memberikan tujuan, muatan makna, dan nilai bagi
kehidupannya. Tanpa iman manusia akan menjadi debu-debu halus yang tidak
berharga di alam wujud ini, dan sama sekali tidak bernilai jika
dihadapkan kepada kumpulan benda di alam semesta yang sangat besar. Umur
manusia tidak ada apa-apanya kalau dibandingkan dengan perjalanan
geologis yang berkesinambungan pada alam semesta, dan yang akan terus
berlangsung dan tidak akan berakhir. Kekuatan
Manusia tidak akan ada
apa-apanya kalau dibandingkan dengan pelbagai kejadian di alam semesta
yang mengancam keselamatannya; seperti: gempa bumi, gunung meletus,
angin ribut, banjir, yang merusak dan membunuh manusia. Ketika
berhadapan dengan pelbagai peristiwa alamiah itu, manusia tidak dapat
berbuat apa-apa, walaupun dia mempunyai ilmu pengetahuan, kemauan, dan
teknologi canggih.
Selamanya, iman merupakan pembawa keselamatan. Dengan iman kita dapat
mengubah jati diri manusia, dan memperbaiki segi batiniahnya. Kita
tidak dapat menggiring manusia seperti kita menggiring binatang ternak;
dan kita tidak dapat membentuknya sebagaimana kita membentuk peralatan
rumah tangga yang terbuat dari besi, perak atau bijih tambang yang
lainnya.
Manusia harus digerakkan melalui akal dan hatinya. Ia harus
diberi kepuasan sehingga dapat merasakan kepuasan itu. Ia harus diberi
petunjuk agar dapat meniti jalan yang lurus; dan ia harus digembirakan
dan diberi peringatan, agar dia dapat bergembira dan merasa takut dengan
adanya peringatan tersebut. Imanlah yang menggerakkan dan mengarahkan
manusia, serta melahirkan berbagai kekuatan yang dahsyat dalam dirinya.
Manusia tidak akan memperoleh kejayaan tanpa iman. Karena sesungguhnya
iman membuatnya menjadi makhluk baru, dengan semangat yang baru, akal
baru, kehendak baru, dan filsafat hidup yang juga baru. Sebagaimana yang
kita saksikan ketika para ahli sihir Fir’aun beriman kepada Tuhan nabi
Musa dan Harun. Mereka menentang kesewenangan Fir’aun, sambil berkata
kepadanya dengan penuh ketegasan dan kewibawaan:
“… maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja… (Taha: 72)
Kita juga dapat melihat para sahabat Rasulullah saw yang keimanan
mereka telah memindahkan kehidupan Jahiliyah mereka kepada kehidupan
Islam; dari penyembahan berhala, dan penggembalaan kambing kepada
pembinaan umat dan menuntun manusia kepada petunjuk Allah SWT, serta
mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya.
Selama tiga belas tahun di Makkah al-Mukarramah, seluruh perhatian
dan kerja-kerja Nabi saw –yang berbentuk tabligh dan da’wah– ditumpukan
kepada pembinaan generasi pertama berdasarkan keimanan.
Pada tahun-tahun itu belum turun penetapan syariah yang mengatur
kehidupan masyarakat, menetapkan hubungan keluarga dan hubungan sosial,
serta menetapkan sanksi terhadap orang yang menyimpang dari
undang-undang tersebut.
Kerja yang dilakukan oleh al-Qur’an dan
Rasulullah saw adalah membina manusia dan generasi sahabat Rasulullah
saw, mendidik dan membentuk mereka, agar mereka dapat menjadi pendidik
di dunia ini setelah kepergian baginda Rasul.
Dahulu, rumah Al-Arqam bin Abi al-Arqam memainkan peranan untuk itu.
Kitab suci Allah SWT diturunkan kepada Rasul-Nya sedikit demi sedikit
sesuai dengan kasus-kasus yang dihadapi pada saat itu; agar dia
membacakannya kepada manusia secara perlahan-lahan, untuk memantapkan
keyakinan hati mereka, dan orang-orang yang beriman kepadanya. Nabi saw
menjawab berbagai pertanyaan orang musyrik pada waktu itu dengan
mematahkan hujah-hujah mereka, sehingga hal ini sangat besar perannya
dalam membina kelompok orang-orang beriman, memperbaiki dan mengarahkan
perjalanan hidup mereka. Allah SWT berfirman:
“Dan al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian. (al-Isra,: 106)
“Berkatalah orang-orang kafir: “Mengapa al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekaligus saja?” Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya kelompok demi kelompok. Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.” (al-Furqan: 32-33)
Tugas terpenting yang mesti kita lakukan pada hari ini apabila kita
hendak melakukan perbaikan terhadap keadaan umat kita ialah melakukan
permulaan yang tepat, yaitu membina manusia dengan pembinaan yang hakiki
dan bukan hanya dalam bentuk luarnya saja. Kita harus membina akal,
ruh, tubuh, dan perilakunya secara seimbang. Kita membina akalnya dengan
pendidikan; membina ruhnya dengan ibadah; membina jasmaninya dengan
olahraga; dan membina perilakunya dengan sifat-sifat yang mulia.
Kita
dapat membina kemiliteran melalui disiplin; membina kemasyarakatannya
melalui kerja sama; membina dunia politiknya dengan penyadaran. Kita
harus mempersiapkan agama dan dunianya secara bersama-sama agar ia
menjadi manusia yang baik, dan dapat mempengaruhi orang untuk berbuat
baik, sehingga dia terhindar dari kerugian di dunia dan akhirat;
sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam
kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh
dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat- menasihati
supaya menetapi kesabaran.” (al-’Ashr: 1-3)
Usaha itu tidak dapat dilakukan dengan baik kecuali melaluipandangan
yang menyeluruh terhadap wujud ini, dan juga dengan filsafat hidup yang
jelas, proyek peradaban yang sempurna, yang dipercayai oleh umat,
sehingga ia mendidik anak lelaki dan perempuannya dengan penuh
keyakinan, bekerja sesuai dengan hukum yang telah ditentukan dan
berjalan pada jalur yang telah digariskan.
Bagaimanapun, semua institusi
yang ada di dalam umat (masjid dan universitas, buku dan surat kabar,
televisi dan radio) mesti melakukan kerja sama yang baik, sehingga tidak
ada satu institusi yang naik sementara institusi yang lainnya
tenggelam, atau ada satu perangkat yang dibangun dan pada saat yang sama
perangkat lainnya dihancurkan. Pernyataan di atas dibenarkan oleh
ucapan penyair terdahulu:
“Dapatkah sebuah bangunan diselesaikan; Apabila engkau
membangunnya dan orang lain menghancurkannya?”
membangunnya dan orang lain menghancurkannya?”
Sumber: “Fiqh Prioritas, Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah”, Dr. Yusuf Al Qaradhawy, Robbani Press, Jakarta, 1996
0 komentar:
Post a Comment
Terimakasih telah membaca,
Semoga perjumpaan kali ini berkesan di hati sahabat-sahabat sekalian, silahkan diambil manfaatnya, serta dibawa pulang oleh-oleh pelajaran dan ilmunya. :)
Jika ingin meninggalkan jejak dan ingin mengirimkan komentar, Silahkan isi kotak komentar di bawah ini...